Tampilkan postingan dengan label Rotary. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rotary. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Agustus 2012

Pindah kos (host parents)






Sejak 30 Oktober yang lalu, si Relly pindah kos, alias pindah ke second host parents.
Kalau host parents yang pertama si bapak dokter hewan dan si ibu kerja di kantor, Relly sering kesepian kalau sampai di rumah sepulang sekolah. Host parents yang kedua si bapak sebagai seorang kepala sekolah sedangkan si ibu hanya ibu rumah tangga. Jadi lumayan kalau Relly pas di rumah ada teman ngobrol.
Ngomong2, Imlay City biarpun di Amrik, penduduknya masih jarang. Jadi dari rumah mau ke toko atau ke tetangga bisa beberapa km.
Dan terus terang kondisi di kota2 besar kita masih lebih baik. Di sana kok kayaknya belum menemukan warnet atau penjual voucher dan kartu perdana, padahal di Indonesia bertebaran melebihi jamur di musim hujan.
Komputer di rumah host parents masih kuno banget, nggak bisa buat internetan. Sedangkan internet di sekolah katanya cuma bisa masuk ke MP (horeeee.. hidup MP). Masuk ke Yahoo mail pun nggak bisa. wah wah wah kacian deh lu. Tapi kamu senang kan di sana? Biar ndeso asal Amrik (biar Amrik tapi ndeso) hehehe.


dipindah dari yohanesss.multiply.com 8 November 2006

Senin, 13 Agustus 2012

Hari-hari pertama di USA (bagian 5)

dipindahkan dari yohanesss.multiply.com 23 September 2006

Ini cerita anakku. Dia tinggal bersama Pak Jim dan Ibu Ann.

Edan hari pertama masuk sekolah sangat menyedihkan.
aku nggak ngerti apa2, semuanya beda sama Indonesia.
Pas jam lunch aku kan dibawain makanan dari rumah,
tapi aku ga tau dimana mau makan, akhirnya 1/2 jam
aku plegak-plegok di depan kantin sekolah ga tau apa2.
Pulang sekolah kan aku disuruh ke kantornya Ann, tapi 
aku ga tau jalannya ke situ. Ann cuma bilang dari sekolah
belok kanan. Akhirnya aku kesasar selama 1 jam jalan
kaki. Aku balik ke sekolah lagi dan tanya tetannga yg
kerja di sekolahku. Akhirnya aku dikasi tau jalan ke
kantornya Ann. Sorenya aku diajak ke office mart
untuk beli peralatan sekolah. Untungnya semua
dibayarin sama Ann, kalo nggak habislah uangku $60
cuma untuk beli peralatan sekolah.
Hari kedua udah lumayan ngerti lah. Pas lunch aku
malah dianterin guru ke kantin untuk beli makanan.
dan ternyata setiap siswa punya semacam nomer
untuk beli makan di kantin. Waktu itu aku ga tau
terus ditanyain namanya, habis itu aku dikasi nomer
dan kalo mau beli makanan harus mencet nomer itu  
di kasirnya. Pas pelajaran US History, semua murid
disuruh nulis semua presiden yang pernah memerintah
di Amerika. Budubuset, mana aku tau hal kaya gituan.
Yang aku tau cuma George Washington sama George W. Bush
huh yg laen ga tau lah, katanya ada 43 presiden, dan
yg ke 41 lainnya aku harus nyontek temen.
Segini dulu yah ceritanya lain kali cerita2 lg
Bye

Bersama Host Parents (bagian 4)

dipindahkan dari yohanesss.multiply.com 22 September 2006


Sebetulnya ada peraturan Rotary YEP (Youth Exchange Program) yang melarang anak menggunakan telepon genggam. Ini memang dipahami karena tujuannya supaya si anak tidak terlalu terikat dengan rumahnya, melainkan agar bisa bergaul dengan lingkungan barunya. Tapi anakku dan ketiga teman lainnya merupakan kloter (kelompok terbang) yang terakhir dari sekitar 20 peserta YEP tahun ini, dan kami sudah mendengar cerita-cerita dari mereka yang lebih dahulu tiba di tempat tujuan, ada yang diberi keleluasaan  seminggu penuh untuk telepon atau chatting ke rumahnya. Lha host parent anakku ini memang termasuk antik (maksudnya keras) sehingga sekali dua kali anakku sms di tengah malam atau menjelang subuh waktu sana (berarti di sini sudah sebelas jam lebih dahulu). Nah berhubung itu merupakan hari-hari awal, tentu dia masih homesick dan kamipun masih merasa kehilangan. Kalau HPnya nyala, kami bisa menelepon dia. Hal ini kami tanyakan ke kantor Indosat, jawabnya belum ada kerja sama dengan USA. Lho, kenapa tempo hari waktu kami minta diaktifkan untuk dibawa ke sana mereka tidak menyampaikan hal itu. Jadi HP anakku cuma bisa untuk terima dan kirim sms serta terima telepon, tapi tidak bisa dipakai untuk menelepon.

Paling tidak kami sempat bicara dengan dia secara kucing-kucingan selama minggu pertama. Sesudah itu dia diijinkan memakai komputer dan kami lebih sering berkomunikasi dengan chatting.  Dokter hewan ini punya klinik di dekat rumahnya, jadi tiap hari anakku diajak ke kliniknya dan melihat anjing dan kucing dioperasi. Ada yang diambil tumornya, ada yang dikebiri, ada juga anjing yang menelan banyak kerikil sehingga harus dikeluarkan. Dan anakku cukup menikmati keadaan baru itu. Dia juga sempat diajak jalan-jalan ke kebun binatang, juga jalan-jalan ke hypermarket.

Biarpun cowok, anakku suka masak (dan suka makan juga), maka dia mempraktekkan bikin soto. Sempat tanya ke rumah apa bahasa Inggrisnya sohun. Mau bikin sayur asem lebih bingung lagi karena tidak tahu bahasa Inggrisnya melinjo dan daunnya. Hayo siapa yang tahu tolong dong informasinya.

Sekolah dimulai tanggal 5 September. Dan memang beda dengan mereka yang berangkat lebih dulu, ada yang sekolahnya awal Agustus. Wah, bayangkan kalau di Indonesia bisa begitu juga. Tiap sekolah punya waktu mulai yang berbeda. Konon Indonesia baru akan mencoba tiap sekolah bikin kurikulum sendiri dan nanti tidak ada UAN lagi. Semoga mutu sekolah di Indonesia lebih bagus.

Sekolahnya juga lebih enak, nggak usah pakai seragam. Dan baru seminggu sekolah dia mengikuti conference Rotary yang diselenggarakan di Ontario, Canada yang kira-kira cuma satu jam perjalanan dari Detroit. Nah sepulang dari Canada (tanggal 8 sampai 11 September) justru dia tidak banyak kirim berita atau chatting seperti sebelumnya. Karuan saja istriku jadi kalang kabut kerinduan. Kemarin baru sempat chatting sekali dan baru sempat kirim satu foto sudah langsung diajak jalan-jalan oleh daddynya. Yah, jadi ceritanya baru sampai di sini dulu.

Terbang ke USA (bagian 3)

dipindahkan dari yohanesss.multiply.com 21 September 2006

Perjalanan dari Jakarta ke Detroit menempuh rute sebagai berikut:
  1. Jakarta-Taipei (tgl 26/8 dengan China Airlines dari jam 14.00 sampai 20.15)
  2. Taipei-Los Angeles (tgl 26/8 dengan China Airlines dari jam 22.50 sampai 20.15)
  3. Los Angeles-Dallas (tgl 27/8 dengan American Airlines dari jam 00.15 sampai 05.08)
  4. Dallas-Detroit (tgl 27/8 dengan American Airlines dari jam 06.57 sampai 10.30)
Semua jam menunjukkan waktu setempat. Kalau Jakarta dengan Taipei sih beda satu jam tapi aku tidak bisa menghitung selisih waktu antara Taipei dengan LA, jadi tidak bisa mengira-ira berapa lama perjalanan dari Taipei ke LA.

Anakku menggunakan Mentari. Waktu itu kami sudah mendaftar agar Mentarinya dapat digunakan di luar negeri. Tapi ternyata tidak bisa digunakan untuk menelepon, hanya bisa sms saja.  Jadi kami tahu dia sudah sampai di mana kalau sms kami terkirim atau dia menelepon memakai HP temannya yang memakai Simpati.

Perjalanan dari Jakarta ke Taipei memakan waktu 5 atau 6 jam. Aku tidak tahu berapa lama terbang dari Taipei ke LA soalnya kalau melihat jadwal di atas malah bingung. Yah, pokoknya keempat anak itu sudah sampai di LA dengan selamat. Cuma ada satu anak yang formulir J-1 nya terselip entah di mana sehingga dia tertahan di bagian imigrasi. Ketiga anak yang lain sudah lolos lebih dulu tapi yang satu juga terpisah, maklum bandara LA gede banget. Anakku dan teman yang dari Bekasi melanjutkan berangkat berdua ke Dallas dan akhirnya sampai di Detroit.

Kami tahu dia sampai di Detroit waktu itu di Yogyakarta tanggal 27/8 jam 21.30. Ya kami tahu karena dia mengaktifkan HPnya. Kami mencoba menelepon dia dan benar dia sudah tiba di Detroit. Inilah hebatnya perjalanan ke luar negeri yang memakan waktu  sekitar 31 jam (kalau dihitung dari jam berangkatnya yaitu tgl 26/8 jam 14.00 WIB dan tiba tgl 27/8 jam 21.30 WIB). Mendaratnya bisa tepat jam 10.30 waktu setempat sesuai dengan schedule. Padahal kalau penerbangan dalam negeri, nggak usah jauh-jauh, dari Jakarta ke Yogyakarta saja bisa molor. Jarang tepatnya.

Anakku sudah dijemput oleh calon host parentsnya. Rupanya host parents ini termasuk orang aneh (kuno, kolot, usia 60 tahunan). Ketika anakku menerima telepon, dia kurang suka, malah disuruh matikan. Bahkan tidak ada juga foto-foto penyambutan. Dia adalah seorang dokter hewan. Ceritanya nanti di bagian lain deh.

Anakku ke USA (bagian 2)


 

dipindahkan dari yohanesss.multiply.com 20 September 2006

Persiapan keberangkatan sudah semakin lengkap. Kami beli 2 kopor besar, yang per buahnya sudah 7 kg sendiri beratnya. Padahal dengar-dengar dari Rotarian calon host parent anakku, tiap kopor cuma boleh berbobot 23 kg. Sedangkan menurut informasi, China Airlines memperbolehkan sampai 32 kg. Bingung juga nih. Akhirnya tanpa mau membuang resiko, sebagian isi kopor yang berupa souvenir kami tinggal di rumah. Meskipun demikian bobot masing-masing kopor tetap lebih dari 23 kg, cuma kali ini lebihnya 1 sampai 2 kg saja dengan catatan kalau nanti memang dibatasi 23 kg ya kelebihannya dikeluarkan dan ditinggal saja.

Tanggal 26 Agustus pagi-pagi buta kami sudah bangun untuk naik pesawat Garuda yang berangkat jam 6.20 pagi. Tiba di Jakarta jam 7.30 pagi. Setelah mencari sarapan kami luntang-lantung di bandara selama 3 jam lebih. Oh ya, dari Yogya ada 2 orang pelajar lain yang berangkat bersamaan dengan anakku. Sekitar jam 10 datang satu anak lagi yang rumahnya di Bekasi. Jadi anakku berangkat berempat. Untunglah nggak berangkat sendirian.

Sekitar jam 11 mereka mulai masuk untuk mengurus tiket dan bebas fiskal. Dan ternyata berat kopor tidak melebihi batas. Jadi betul 32 kg bukan 23 kg. Wah nyesel juga banyak barang yang ditinggal di rumah.

Waktu itu kami para orang tua tidak boleh ikut masuk. Nah setelah selesai mengurus, ternyata mereka sudah tidak sempat keluar lagi. Jadilah kami-kami para orang tua ini main suap sama petugas. Lumayan, satu orang kena Rp 50.000. Dan caranya pintar, tidak mencolok mata, yaitu petugas yang di pintu masuk akan meneriaki temannya di belakang screener, “Pak Anu…. Tolong bapak ini dibantu.” Rupanya itu suatu kode. Jadi setelah melewati screener, HPku dipegang oleh Pak Anu tadi, dan baru diserahkan kembali setelah aku tukar dengan lembaran biru.

Yah, di dalam para orang tua memberi cium perpisahan pada anak-anaknya masing-masing. Kami masih sempat melihat mereka di pemeriksaan terakhir di customs. Setelah itu barulah air mata yang tadinya ditahan-tahan tertumpah. Mami-mami tentu lebih banyak menangis. Bahkan ada satu mami yang setelah keluar masih nangis berat. Akhirnya suaminya pun tidak tahan dan ikut menangis.

Keberangkatan Anakku ke USA (bagian pertama)

dipindahkan dari yohanesss.multiply.com 19 September 2006




Tempo hari aku sudah cerita bahwa anakku (Aurelius – biasa dipanggil Relly) mengikuti pertukaran pelajar yang diselenggarakan oleh Rotary. Dia dapat tempat di Michigan, tepatnya di Imlay City, kira-kira satu jam perjalanan dari Detroit. Maaf nih, ceritanya agak terlambat dipublikasikan soalnya banyak kesibukan.

Berhubung tempatnya sangat dekat dengan Canada, dan sebulan sekali katanya ada pertemuan di Canada, maka selain minta visa USA dia juga harus minta visa Canada. Nah, ini ceritanya minta visa. Untuk minta visa USA ternyata gampang sekali. Cukup mengirim email ke kedutaan dan minta jadwal untuk wawancara. Pembayaran pun cukup tunai. Waktu itu dia mendaftar di konsulat USA di Surabaya. Datang pagi-pagi, ngantri di luar gedung, dipanggil masuk, screening, bayar Rp 950.000, wawancara, lolos, dan disuruh datang lagi 3 hari kemudian untuk mengambil visanya.

Tapi ngurus visa di Kedutaan Canada ternyata lebih sulit karena kami mencoba mengirim email tapi tidak dibalas. Mencoba telepon juga cuma jawaban mesin. Akhirnya saya putuskan datang sendiri supaya cepat. Biaya sih berlipat karena kami naik pesawat dari Yogya ke Jakarta pp. Sebetulnya lewat biro perjalanan juga bisa tapi mereka tidak bisa menjamin kapan dapatnya visa.

Yang lebih nyebelin lagi yaitu tidak adanya aturan urut-urutan kerja yang disediakan bagi pemohon visa, sehingga kami merasa dipingpong. Pertama kami sampai di gedung (wah lupa namanya tuh, pokoknya di Jalan Jend. Sudirman). Tentu tujuan utama kami ke kedutaan Canada di lantai atas (kalau tidak salah lantai 5). Sesampai di sana, setelah lewat screening, kami sampai ke loket dan mendapat formulir untuk diisi. Setelah diisi kami serahkan kembali ke loket, eh tidak taunya untuk pembayaran harus beli bankdraft di HSBC di lantai dasar. Aku turun ke HSBC dengan maksud mau beli bankdraft senilai Rp 1.400.000 (untuk multiple entry). Eh, gak taunya harus pakai fotokopi KTP padahal KTPku kan ditinggal di resepsionisnya kedutaan. Jadi terpaksa naik lagi pinjam KTP dan turun lagi, langsung ke basement untuk cari jasa fotokopi baru kemudian naik ke HSBC.

Yah, akhirnya bankdraftpun sudah selesai dibuat dan aku bawa ke kedutaan untuk diserahkan bersama formulir yang telah diisi. Tapi si ibu yang di loket memeriksa dulu isian formulir itu dan ada beberapa yang dia paksa harus diisi. Coba bayangkan, anakku cuma akan sehari dua hari di Canada untuk meeting, dia paksa harus tulis nama dan alamat tempat dia akan tinggal. Wah bingung juga. Untung aku punya nama dan alamat Rotarian yang tinggal di Canada, ya sudah aku tulis saja. Begitu juga jumlah uang yang dibawa harus ditulis. Pokoknya kaku deh. Dan akhirnya setelah semua komplit, dia memberi tanda terima tanpa nomor dan nama untuk datang 3 hari kemudian. Tiga hari kemudian kami datang lagi, menyerahkan formulir itu dan dia menyerahkan paspornya orang lain. Buseeet, ceroboh benar ya. Untung kami lihat dulu dalamnya sehingga bisa kami tukarkan.