Selasa, 04 Desember 2012

Dari sekadar hobi, menjadi kerja bakti sosial

Dari sekadar hobi, menjadi kerja bakti sosial

Ini kisah tentang THERESA JACKSON, teman lama kami sekeluarga, teman dari jaman SD, ketemu lagi saat saya kuliah di Sanata Dharma. Kemudian dia menghilang. Ternyata bermukim di Australia. Saya sempat berkenalan kembali dengannya lewat www.multiply.com dan kemudian juga lewat facebook.

Beberapa kali pulang ke Yogyakarta. Theresa sempat bertemu dengan kami sekeluarga (maksudnya saya dan kakak adik saya). Pada kepulangannya bulan November 2012 yang lalu, ketika kumpul2 dengan saya dan saudara-saudara, teman saya ini membawa sebuah boneka beruang yang lucu.






Kisahnya (saya copy paste dari facebook-nya Malya Lalita, adik saya) adalah sebagai berikut:

Theresa Jackson belajar membuat boneka beruang tanpa sengaja. Saat sebelah mata boneka beruangnya hilang, ia mencari penggantinya lewat iklan di E-Bay, menelepon dan ternyata alamat yang harus dituju tak begitu jauh dari rumahnya. Theresa terkejut ketika pembuat boneka beruang yang dikunjunginya ternyata adalah seorang nenek di kursi roda, hanya tangannya saja yang masih mampu bergerak. Sang nenek
setuju mengganti mata beruang itu, namun meminta Theresa menjadi muridnya yang terakhir...

Theresa membuat boneka ini dari jeans bekasnya, dan telah mengadakan pameran di Sydney pada tanggal 29 September s/d 1 Oktober 2012. Dana yang terkumpul telah digunakan untuk menyantuni 10 anak asuh di Gunung Kidul dari SD hingga SMA.
Theresa akan kembali mengadakan pameran di Roemah Mirota, jalan Suroto no. 1 Kotabaru-Yogyakarta dari tanggal 17 sampai 24 April 2013, berkolaborasi dengan Djaduk Ferianto.

Ayo teman-teman, catat tanggalnya di agenda kalian! Jangan lewatkan beruang-beruang imut yang menjadi berkat lewat dana pendidikan anak asuh...

Selasa, 21 Agustus 2012

Lagu-lagu Pop Poso (Sulawesi Tengah)

Lagu-lagu Pop Poso (Sulawesi Tengah)


Side A:
01. Pue (Tuhan)
02. Kasoyo Ndeme
03. Wati Ntowendaya
04. Ngayu Mawo Ndaya
05. Wose
06. Ri Pantada Ku

Side B:
01. Ine (Mama)
02. Ngayu Topongkambi
03. Matia Ndano
04. Auliumo Waikamo Liu
05. Yondo Pamona
06. Towe Ndaya


Lirik lagu dan artinya sebagai berikut:

Side A:


PUE (TUHAN)

(Cipt. Abdi Koeswandi)

Pue (Tuhan)
Kumeboo rikomi Pue (Kuberseru padaMu Tuhan)
Yaku mekakai rikomi (Aku berdoa padaMu)
Juku towemi rikami (Cukup kasihMu pada kami)
Tiku lino kuasami (KuasaMu melingkupi dunia)

Pue (Tuhan)
Ndisokomo pale anami (Sambutlah tangan anakMu)
Ma’i ndisiloni rayaku (Datanglah menerangi hatiku)
Komi Pue silo ngkatuwuku (Engkau Tuhan pelita hidupku)

Undemo Pue riraya ngkatuwu (Pujilah Tuhan di dalam hidupmu)
Undemo kabangke to’oa (Pujilah kebesaran namaNya)
Da ndiendo riraya ntetala (Ingatlah dalam pekerjaan)
Dongemo wa’a mparenta’a (Dengarlah semua perintahNya)

Pue (Tuhan)
Waika ri kami katodo (Berilah pada kami ketenteraman)
Danaka lindo katuwuku (Supaya tenang hidupku)
Komi Pue silo ngkatuwuku (Engkau Tuhan pelita hidupku)


KASOYO  NDEME (MATAHARI  TERBENAM

(Cipt. Yustinus Hokey)


Rida kasoyo ndeme (Saat matahari terbenam)
Pari ndaya matowe (Susah hati mengenang)
Impiamo wo’u dore (Kapan lagi kawan)
Kita damo mbeole (Kita akan berjumpa)

Ku’o dente saoyo (Kadang-kadang aku mengeluh)
Tuwu bemo tumoro (Hidup tak lagi menentu)
Nakeni ndeme dasoyo (Seiring matahari akan terbenam)
Ewa dasangkaya koro (Seperti . . . . . . . . . . .)

Kumetango riuntu ndano (Kulihat di ujung danau)
Jamo limu moya yondo (. . . . . . . . . .)
Kumeode kume boo (Kumengeluh kumemanggil)
Bemo kudongemesono (Tidak kudengar sahutan)

Jamo rio ndandopo (. . . . . . . . . .)
Kupabule remawo (Kulepaskan rindu)
Pande dana polanto (. . . . . . . . . .)
Raya kuja beinco (Hatiku tak sampai)


WATI  NTOWENDAYA (WATI  KEKASIH  HATI)

(Cipt. Yustinus Hokey)

Poilinya ue lene mo balungke (Mengalirnya air mata menurun)
Ngoyo pai tampe nce’e napolese (Lembah dan dataran itu yang disukainya)

Mau megolili benapo mapari (Walaupun memutar tidaklah sukar)
Anu na tunggai datudu ritasi (Yang dilewatinya sampai ke laut)

Wati ntowendaya mbe’i mo kala tunya (Wati kekasih hati di mana tenggelamnya)
Ri’o runtasi untu ngkoronya (Di batas laut ujung sungainya)

Kuwali ncilingi risuo liku mbe’i (Kembali kucari di sekitarnya)
Ntano bekuncani risiko tua’i (Padahal tidak kukenal engkau adinda)

NGAYU  MAWO  NDAYA (LAGU  KERINDUAN  HATI)

(Cipt. Pance)

Kudonge mowotu mo wo’u (Kudengar berbunyi lagi)
Ngayu au lawi re’e rirayaku (Lagu yang memang ada di hatiku)
Kabata ndayaku juku juku risiko (Seluruh hatiku hanya padamu)
Simpoyunu uja kawesi-wesi (Seperti hujan mengibas-ngibas)

Kutumangi metitiode (Kumenangis tersedu-sedu)
Japodo koromu kupomawo (Cuma dirimu yang kurindukan)
Ire’i japodo ngkalioku mopea (Di sini hanya kusendiri menunggu)
Dajela ri pontu ngkatuwu (Sampai di akhir hidupku)

Rirayaku bere’e ntaninya podo koromu (Di hatiku tak ada yang lain selain dirimu)
Sikomo silo toweku (Engkaulah pelita hatiku)
Rirayaku towendayaku risiko bebali (Di hatiku kerinduanku padamu tak terhingga)
Ja koromu petionda ntoweku (Hanya dirimu tumpuan rinduku)


WOSE (DAYUNG)

(Cipt. Yustinus Hokey)

Wose, wose toto katando bone (Dayung, dayung sampai ke tepi pantai)
Ne’e, ne’e malinga posumomba (Jangan, jangan melupakan . . . . . . . . .)
Bale pakadago ka’io bale (Teman, hati-hati ya teman)
Duanga, duanga boi teparampe (Perahu, perahu akan kandas)

Wose ka pakajoli nawui dongi (Dayunglah cepat menuju tujuan)
Toto katando bone (Sampai ke tepi pantai)
Dago, pakadago naka sore (Baik, hati-hatilah supaya tiba)
Riwingke, riwingke anu da pesonda (Di tepi, di tepi tempat untuk berlabuh)


RI  PANTADA  KU (DI  PENANTIANKU)

(Cipt. Abdi Koeswandi)

Re’i ri kasoa mbengi se’i (Di sini di keheningan malam ini)
Ngkalio kupatada siko (Sendiri kunanti engkau)
Kumetango ri sondaka (Kulihat di . . . . . . . . .)
Mpia karatamu (Kapan kedatanganmu)

Mopea ngkalio oh pindongo (Menunggu sendiri oh kasihan)
Bara nurata ndaya toweku (Mungkin kau rasakan rinduku)
Da balimo wengi se’i (Hampir berakhir malam ini)
Siko ja bejela (Engkau tak datang)

Dore mpia pewalilimu (Entah kapan kembalimu)
Masaemo kupatada (Sudah lama kunanti)
Manoro mawo raya se’i (Betapa rindu hati ini)
Mawowemo rayaku mopea (Bosan hatiku menunggu)



Sisi B:

INE (IBU)

(Cipt. Yustinus Hokey)

Ine, ndi to’o kaku yowe ngkatuwu ( Ibu, katakan padaku arti hidup)
Nakapo dosa mba’a jaya kululu (Supaya cuma satu jalan yang kuikuti)

Ine, parindayami banya sakodi (Ibu, kesusahan hatimu bukanlah sedikit)
Ua katowemi ri yaku anami (Karena kasih sayangmu padaku anakmu)

Yaku mekakai ndati Pue makuasa (Aku berdoa kepada Tuhan maha kuasa)
Dana kandawai dakaroso ntano ana (Agar diberi kekuatan jiwa)
Lawi beku koto damacili towendaya (Memang aku tidak dapat membalas kasihmu)
Rikupaba ngani katuwuku bepagana (Di dalam mengisi hidupku belum cukup)

Ine, wa’anya ko mi kupantunggai (Ibu, hanya engkau harapanku)
Pesili ri ra ngkatuwuku anami (Masuklah dalam hidupku anakmu)



NGAYU  TOPONGKAMBI (NYANYIAN  GEMBALA)

(Cipt. Filly L. / Abdi K.)

Olemo dolidintanata (Lihatlah keindahan tanah kita)
Tepapoede lidanya (Deretan sawahnya)
Ri buyu pai ri ratonya (Di gunung maupun di lembahnya)
Lau lipu anu maramba (Ada kampung yang indah)

Koro ue meawa (Batang air yang menawan)
Wa’antonci mowotu molega (Burung-burung berbunyi bermain)
Ma’ai kamawo ndaya (Besar kerinduan hati)
Kalau ine papa mopea (Di sana ibu bapak menunggu)

Pongayu topongkambi (Nyanyian gembala)
Oninya kudonge ma’ai (Bunyinya kudengar merdu)
Mebo’o ri peode (Memanggil di peristirahatan)
Liputa meinondo meade (Kampung kita . . . . . . . . . .)


MATIA  NDANO (MUTIARA  DANAU)

(Cipt. Yustinus Hokey)

Sapesa pelelinya wingke ndano (Sekeliling pinggiran danau)
Anuku powanimpo dago (Yang sungguh kubanggakan)
Tesambu nika matia mengkido (Tersembunyi mutiara berkilau)
Limbayo mpeawanya rano Poso (Bayangan kejernihan danau Poso)

Mbe’i be dangkuo ndongi (Bagaimana tidak ku. . . . . . . . . .)
Lesemo limbayo mau riwani (Indahnya bayangan walaupun malam)

Matia siko kupanganta nondo (Mutiara engkau kuharapkan)
Ewada pesindi gononggo (Seperti . . . . . . . .)
O … daka lindo ndaya mawo (O … akan tenang hati yang rindu)
Jarisi komatia ndano Poso (Akan engkau mutiara danau Poso)

 


AULIUMO  WAIKAMO  LIU (YANG  LALU  BIARLAH BERLALU)

(Cipt. Abdi Koeswandi)

Ri karanindi wengi (Di kedinginan malam)
Uja menau wo’u bebali (Hujan turun lagi)
Yaku rei ngkalio (Aku di sini sendiri)


Bara daku popea (Mungkin akan kutunggu)
Mpowuro mai wo’u pai rayaku (Pagi datang lagi tapi hatiku)
Bemo tumoro wo’u (Tidak menentu lagi)

Katuwu se’i dakubali saka (Hidup ini akan kukembalikan)
Mawowemo mopea (Sudah bosan menunggu)
Masaemo ire’i siko ja bejela (Sudah lama di sini kau tak datang)
Benu ratandaya, oh … (Tidak kau rasakan, oh …)

Se’i kuparindaya  (Kesusahan hatiku)
Bere’e yowe mopea (Tidak ada guna menunggu)
Au liumo (Yang sudah berlalu)
Waikamo napa liu (Biarlah ia berlalu)


YONDO  PAMONA (JEMBATAN  PAMONA)

(Cipt. Yustinus Hokey)

Yondo Pamona yondo kupowani (Jembatan Pamona jembatan kukagumi)
Ewako loro mara tete dindi (Seperti karet tertarik panjang)
Riaranya majoli moili (Di bawahnya arus mengalir)
Uemara nindi madolidi (Air dingin dan jernih)

Ungkari kalawanya ane kutango (Dari kejauhan kalau kulihat)
Marawu rawu mo lanto lanto (Buih-buih timbul)
Nce’e jasa mba’a mba’a yondo (Itulah satu-satunya jembatan)
Ri untu ngkorom Poso (Di atas sungai (danau) Poso)

Kupowani siko yondo Pamona (Kukagumi engkau jembatan Pamona)
Pamona towo tenjai Tentena (Pamona di seberang Tentena)
Siko nabangkei ntau rata (Engkau disanjung orang yang datang)
Leseda pompali ndondaya (Baik untuk menenangkan hati)


TOWE  NDAYA (HARAPAN  HATI)

(Cipt. Abdi K. / Filly L.)

Pedongekamo mpodago (Dengarkan baik-baik)
Pe’ode inondo ndaya (Keluhan (isi) hatiku)
Ri semamo petiondaku (Kepada siapa aku mengharap)
Podo risiko ngkaliomu (Hanya padamu seorang)
Lengkomu inosa ntoweku (Gerak-gerikmu napas hidupku)
Koromu katudu ndayaku (Dirimu tumpuan hatiku)

Kupopea ri ka’inondo (Kutunggu di . . . . . . . .)
Dakajela intumpo ngkoro mawongko (Kedatangan pemilik diri)
Rayaku pompalindo jelamo (Senang hatiku penghibur hati telah datang)

Kamanondo mpeolemu (Caramu melirik)
Mangalengko inosaku (Menggerakkan nadiku)
Kasamba’a ntowe ndaya (Satu-satunya harapan hati)
Mota’a rikatuwuta (Nampak di hidup kita)
Bunga petaka ndayaku (Bunga tempat melekatnya hatiku)
Risikomo pura pura (Hanya kepadamu seluruhnya)

Minggu, 19 Agustus 2012

Koleksi kaset lagu-lagu daerah


Kami (maksudnya aku dan saudara2ku) mulai mengoleksi kaset lagu2 Koes Plus, Panbers, Mercy’s, Favorite Groups, D'Lloyd dll ketika kaset mulai dijajakan mendampingi piringan hitam. Harganya jauh lebih murah tentunya. Kaset rekaman sendiri yang dijual di kios2 tentu lebih murah dibanding kaset asli (yang waktu itu masih langka karena piringan hitam masih jadi rajanya).

Dari sekian banyak kaset, yang tersisa tinggal lagu Jawanya Favorite (Rek ayo rek, Ana randha, dll) yang masih ada di dalam koleksiku saat ini walaupun sudah tidak bisa distel lagi karena ngombak (eh, bahasa Indonesianya apa ya?)

Tahun 1984-1986 adalah masa bhaktiku mengajar di Ende, dan waktu itu aku sempat beli 2 buah kaset lagu2 NTT (ya cuma ada dua itu di toko). Aku beli untuk kenang2an saja.

Sekitar tahun 1994 atau 1995 aku mulai tergugah untuk mengoleksi macam2 lagu daerah di Indonesia. Karena yang ada di toko kaset hanya lagu daerah tertentu saja (Jawa, Sunda, Batak, Minang, Maluku, Irian), maka aku tergoda untuk mengirim surat ke berbagai daerah yang nama dan alamatnya aku dapatkan dari koran atau majalah, misalnya dari rubrik “Surat Pembaca” atau bahkan pemenang TTS.

Hasilnya lumayan juga. Aku bisa dapatkan kaset2 dari Aceh, Nias, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, Gorontalo, Sangihe Talaud, Poso, Makassar, Bugis, Sulawesi Tenggara, Ternate, Madura, Bali, NTB, NTT dll.


 










Beberapa daerah memang sulit didapat kasetnya. Terbukti untuk wilayah Kalimantan aku cuma dapat satu dua biji dari adikku yang waktu itu tugas di Balikpapan. Lagu daerah Sumba aku sama sekali belum punya, padahal sampai saat ini koleksi lagu NTTku berlimpah. Kebanyakan lagu2 daerah Flores dan Timor. Apalagi lagu daerah Mentawai.

Tidak jadi tewas

pemindahan dari yohanesss.multiply.com


Serasa hampir tewas gara-gara ibu dan anak (bagian 2)

Pulang dari Panti Rapih, setelah sedikit makan siang ala kadarnya (karena tidak selera), akupun tidur agak lama. Sekitar jam 3 siang ada telepon yang diterima oleh isteriku. Tampaknya ada seseorang yang menelepon dan menanyakan keadaanku. Setelah terbangun aku tanyakan siapa itu. Isteriku menjawab “Mbak Wiwit.”

Hah, Mbak Wiwit sampai sebegitu perhatiannya menelepon aku, padahal seingatku aku tadi tidak kirim sms kepadanya. Yang aku sms adalah Mbak Hida dengan pertimbangan siapa tahu dokter ginuk-ginuk ini bisa memberikan jalan keluar. Wah, makasih banget ya Mbak Wiwit. (Mungkin Mbak Hida yang nyebarin berita.)

Sore sampai malam aku mencoba duduk di kantor. Setiap beberapa saat terasa ada rasa panas yang menggelegak di tengkukku. Kalau sudah begitu kepala terasa lemas dan badan mau jatuh. Makanya aku cuma duduk bersender saja.

Aku tidur semalaman, dan paginya (he he he, dasar bandel) bangun pagi lagi, bikin kopi lagi, MP- an lagi. Walaupun kepala masih ngliyeng aku tidak mau diam. Jam 9 aku paksakan pergi ke bank, walaupun yang nyetir isteriku, dan setiap kali jalan aku harus digandeng. Hari itu aku sudah merasa lebih baik. Bahkan sore harinya bisa datang ke rumah kakakku (cuma di sebelah rumah) untuk ikut makan rame-rame karena anaknya kumpul semua, dan salah satu cucunya ulang tahun. Salah satu keponakan berkomentar memang pernah merasa ngeliyeng ketika minum obat batuk cap ibu dan anak.

Tanggal 4 Juli (hari kemerdekaan Amerika Serikat). Aku merasa lebih fit. Siang hari kami jadi berangkat dari bandara Adisucipto jam 3 siang, sampai di Cengkareng satu jam kemudian. Lalu luntang-lantung beberapa jam di sana, sampai adiknya isteriku datang menjemput. Kami makan malam dulu di Hotel Sheraton tempat dia menginap. Lalu kembali lagi ke bandara. Akhirnya tiba saat kami harus melepas Liva berangkat. Setelah itu kami naik taksi menuju Hotel Ibis di Mangga Dua. Itu sudah lewat tengah malam.

Bangun tidur pagi sudah dapat sms dari Liva bahwa dia sudah sampai di bandara Narita. Kemudian dia dijemput dan pindah ke bandara Haneda. Pagi hari sehabis sarapan, kami cek out. Sambil menunggu saat berangkat ke bandara, kami mondar-mandir di Mangga Dua. Bahkan kami masih sempat kulakan di Pasar Pagi. Terkadang kepalaku masih terasa seperti kosong, melayang, oleng, wah tidak ada bahasa yang tepat untuk mengungkapkannya. Akhirnya tibalah saatnya kami pulang dengan menumpang Mandala. Kapok dengan Lion, karena tempo hari pernah di-delay satu jam. Sudah gitu penumpang suka dipindah dari ruang tunggu yang satu ke ruang tunggu yang lain.

Malam Minggu, sampai di rumah, ya terus bobok sampai pagi. Hari Minggu bobok seharian. Senin sudah lebih segar. Selasa pagi aku sudah berani nyetir mobil ambil majalah di agen. Pulangnya mampir di laboratorium Pramita, periksa darah, urine, ECG dll. Aku tuh paling takut kalau periksa darah. Melihat darahku disedot perutku bisa mual. Dan seumur hidup aku baru sekali mendonorkan darahku yaitu ketika mama masuk rumah sakit.

Hasil pemeriksaan diambil keesokan harinya. Hasil pada umumnya bagus. Yah paling tidak rekaman jantungku dinyatakan baik. Yang buruk hanya profil lemak yaitu:
a. Cholesterol totalku = 274 (padahal batas tingginya 200-239) wow !!!
b. Trigliserida ku = 347 (padahal batas tingginya 150-199) wah wah wah !!!
c. HDL ku cuma 37 (padahal normalnya harus di atas 40)
d. Sebaliknya LDL ku 151 (padahal normalnya 100-129) hmm !!!

Aku konsultasi sama dokter cantik, namanya dokter Monaliza (he he he)
Kesimpulannya ya aku harus banyak olah raga (padahal nggak pernah sama sekali), mengurangi makan lemak dan karbohidrat, dan macam-macam nasehat yang sayangnya nggak aku catat, jadi banyak yang sudah terlupa. Untuk itu aku berniat balik lagi menemui sang dokter cantik untuk membuat catatan tentang hal-hal yang harus aku lakukan atau tidak lakukan untuk memperbaiki pola hidupku.

Dan akupun sempat menggumamkan lagu
Andai ku tahu kapan tiba ajalku…….
(ih serem ya)

Nggak juga sih. Setiap kehidupan pasti ada akhirnya, cuma kita tidak pernah tahu kapan hidup kita berakhir.
Tapi aku masih ingin hidup lebih lama setidak-tidaknya jangan sampai anakku pas ada di luar negeri, terus tiba-tiba aku mati, kan dia dengan sedih hati terpaksa harus pulang sebelum waktunya.

Aku juga masih ingin hidup lebih lama setidak-tidaknya sampai aku bisa melunasi hutang-hutangku dan memberikan jaminan atau warisan kepada isteri dan anakku.

Aku bahkan juga masih ingin hidup lebih lama lagi agar aku bisa mencapai sukses di bisnis yang sedang aku rintis. Siapa tahu aku tidak sukses sendirian tapi bisa mengajak banyak teman yang lain untuk sama-sama menikmati sukses dari bisnis ini.
Semoga...
Semoga...
Semoga...
(NB: Masih ingin juga makan-makan sate Samirono bersama Mbak Wiwit, Mbak Hida dll he he he)

Serasa hampir tewas gara-gara ibu dan anak

pemindahan dari yohanesss.multiply.com


Waduh, tampak kejam juga judul cerita ini. Tapi ini memang kisah nyata dan bukan sebuah rekayasa. Sebuah kenyataan pahit yang aku alami pada pagi hari tanggal 2 Juli 2008 yang lalu.

Kami semua sedang dalam persiapan berangkat ke Jakarta karena pada tanggal 4 Juli anak kami (Liva) akan berangkat ke Jepang untuk ikut program pertukaran pelajar.

Seperti biasanya, setiap pagi aku bangun jam 4. Lalu menyeduh kopi, terus menyalakan komputer, buka email dan buka Multiply (ini sudah jadi menu harian!!!) Setengah jam setelah online, aku mulai menyeruput kopi. Sedikit demi sedikit sampai habis. Biasanya jam 5 aku sudah mandi pagi. Itu menu pagiku.

Tapi pada tanggal 2 pagi itu ada suatu keadaan yang terasa aneh sekali. Sewaktu aku sedang menyeduh kopi, dadaku terasa ada getaran halus yang berulang-ulang. Deggg.... apakah aku mendapat serangan jantung??? Kepala sedikit muter, kayak vertigo. Mau bangunin isteri tidak sampai hati karena dia masih pulas. Apa daya, aku tetap pada kerja rutinku sampai jam 5. Lalu aku masuk ke kamar mandi. Tapi berhubung kondisi kurang fit, pintunya tidak aku kancing dari dalam. Takut kalau ada apa-apa.
Aku tidak membangunkan isteri maupun anakku. Apalagi anakku sudah tidak sekolah, tinggal ambil rapor yang rencananya mau kami lakukan sekitar jam 9.

Aku sudah mencoba melakukan tugas rutinku yaitu pergi keluar untuk ambil majalah di agen. Biasanya aku naik mobil ke sana, tapi kali ini baru jalan sekitar seratus meter kepalaku terasa bolak-balik seperti mau jatuh. Akhirnya kuputuskan untuk pulang saja dan aku tiduran.

Setelah makan dan membuka toko akhirnya aku baru lapor pada isteriku. Langsung saja aku dikeroki, dan ternyata memang gosong-gosong. Mungkin akibat kecapekan, apalagi karena malam minggu tanggal 28 Juni kami mengikuti orientasi anak-anak yang mau ikut pertukaran pelajar di Kaliurang dan jam 11 malam kami baru jalan pulang. Waktu itu aku nyetir sambil terkantuk-kantuk. Puji Tuhan aku bisa selamat sampai di rumah lho, padahal beberapa kali aku merasa sudah tertidur sambil nyetir.

Sakit jantung? Wah ndak ada gejala tuh? Tapi memang papa dulu meninggal karena serangan jantung pada usia 55 tahun, dan usiaku saat ini 52 tahun. Duh semakin ngeri. Kalau aku mati mendadak gimana ya? Padahal lusa kan Liva mau berangkat ke Jepang. Lalu aku teringat, konon doa banyak orang bisa menyelamatkan kita. Maka sambil masih dikeroki, hp kupasang mode silent dan kirim sms ke banyak orang. Mayoritas mengirim sms balasan yang menyemangatiku. Pak Freddy malah langsung menelepon dan mengingatkan kalau serangan jantung jangan dikeroki karena ada saudaranya yang langsung bablas tewas karena itu. (Hanya dua orang yang membalas sms-ku dengan menanyakan “ini apaan sih?” Uh, dogol amat mereka ini ya.)

Setelah selesai kerokan, kami memutuskan untuk periksa ke RS Panti Rapih. Tapi sebelumnya singgah dulu di SMA Stece untuk ambil rapor anakku dan sekalian pamit pada suster kepala sekolah.

Sampai di Panti Rapih kami menengok Anin dulu. Anin adalah teman Liva yang mau ke Jerman.
Rupanya Anin juga kecapekan atau mungkin ada gejala lain sehingga tampak seperti gejala DB tapi juga gejala lever. Trombositnya menurun.

Di Panti Rapih kami memilih dokter Edhi Dharma. Ini dokter yang sudah jadi langganan sejak anak-anak kami lahir. Memang di tempat prakteknya dia lebih banyak dikunjungi pasien anak-anak walaupun dia bukan spesialis anak-anak. Kami memilih beliau karena beliau punya “tangan dingin” dalam membuatkan resep. Obat-obat racikannya ringan dan manjur. Memang adikku ada yang berkomentar “Lho kok bukan ke dokter spesialis penyakit dalam. Kok malah ke dokter anak.” Bahkan suster yang mengasisteni dr Edhi juga berkomentar yang sama. Ah, kalian nggak tau saja, jawabku dalam hati. Dulu sekali aku pernah ke dokter Sidarto, ahli penyakit dalam, lupa sakit apa, dikasih obat yang tidak cocok, sampai aku muntah-muntah. Bahkan dari dokter yang sama aku pernah dioperkan ke dokter bedah, dan divonis harus operasi usus buntu tahun 1998, padahal sampai sekarang aku tetap merasa sakit jika tidurnya miring ke kanan terlalu lama. Malpraktek he.

Oke, kembali ke dokter Edhi. Aku disuruh periksa ECG (EKG). Hasilnya baik. Cuma tensiku agak rendah (100/60). Dokter bertanya-tanya “Sebelum ini kamu minum obat apa?” Aku ingat sebelum kerokan aku disuruh minum Biogesic oleh isteriku. Dokternya kok kayak detektif, dia mendesak dan bilang “Ndak mungkin, kamu pasti minum sesuatu yang lain.” Aku baru ingat bahwa malam sebelumnya aku beli obat batuk cap ibu dan anak karena aku ada batuk-batuk kecil yang sudah agak lama tidak hilang. “Nah itu dia,” kata dokter. “Kamu tidak cocok minum obat itu. Dan itu yang menyebabkan jantungmu berdebar.”
Walah, iya to dok? Ya, ampyun, gara-gara ibu dan anak, aku hampir tewas.

Obat batuk ini memang pernah menjadi senjata pamungkas ketika beberapa bulan yang lalu aku terserang batuk dan sudah minum Konimex maupun Vicks Formula tidak kunjung sembuh. Rasanya memang tidak enak. Pekat sekali dan sedikit bau hanyir. (Aku suka menyebutnya sebagai bau seng atau bau pipa karatan.)





Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat


Nama Provinsi : Papua Barat (sebelumnya bernama Irian Jaya Barat)
Tanggal Berdiri :
Dasar Pendirian : UU No. 45 tahun 1999 (pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2007 tanggal 18 April 2007 namanya diubah menjadi Provinsi Papua Barat)
Ibukota : Manokwari
Luas Wilayah : ± 115.363,50 km²
Jumlah Penduduk : 651.958
Letak Geografis : 0°-4° Lintang Selatan dan 124°-132° Bujur Timur
Jumlah Daerah Tingkat II : 9 Kabupaten dan Kota
Kantor Gubernur Provinsi Papua Barat
Alamat: Jalan Siliwangi No. 1, Manokwari
Telepon : 0986-211719
Fax : 0986-213124
Email :
Website : http://www.papuabaratprov.go.id

Daerah Tingkat II nya:
1. Kabupaten Fakfak
2. Kabupaten Kaimana
3. Kabupaten Manokwari
4. Kabupaten Raja Ampat
5. Kabupaten Sorong
6. Kabupaten Sorong Selatan
7. Kabupaten Teluk Bintuni
8. Kabupaten Teluk Wondama
9. Kota Sorong

Arti Lambang Provinsi: (belum diperoleh)
Tulisan Papua Barat menjelaskan nama Provinsi Papua Barat

Bintang berwarna putih bermakna Ketuhanan Yang Maha Esa dan Cita-cita serta harapan yang akan diwujudkan.

Pohon dan ikan bermakna bahwa Provinsi Papua Barat memiliki Sumber Daya Hutan dan Sumber Daya Laut yang berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Menara kilang dengan semburan api berwarna merah bermakna bahwa Provinsi Papua Barat memiliki tambang yang melimpah.

Leher dan Kepala Burung Kasuari menghadap ke kanan dalam bidang lingkaran hijau bermakna bahwa Provinsi Papua Barat secara geografis terletak di wilayah leher kepala burung pulau Papua, sekaligus memilki filosofi ketangguhan, keberanian, kekuatan dan ketahanan menghadapi tantangan pembangunan dimasa depan serta berkeyakinan bahwa dengan semangat persatuan dan kesatuan, kesinambungan pembangunan akan mewujudkan masa depan yang cerah.

Bidang Hijau yang diapit 3 bidang biru bermakna kesatuan tekad dan perjuangan dari 3 unsur ; Pemerintah, Rakyat/Adat dan Agama mewujudkan keberadaan Provinsi Papua Barat.

Perisai dengan warna dasar biru bersudut lima bermakna bahwa provinsi Papua Barat berdasarkan Pancasila yang mampu melindungi seluruh rakyat.

Sepasang pelepah daun sagu, masing-masing pelepah bagian kanan terdiri dari dua belas pasang anak daun, bagian kiri terdiri dari sepuluh pasang anak daun yang diikat oleh dua angka sembilan bermotif ukiran karerin budaya Papua, bermakna bahwa Provinsi Papua Barat dibentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 sebagai Provinsi ke-2 di tanah Papua dan ke-31 di wilayah NKRI. Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Provinsi Papua Barat yang melambangkan kesejehteraan dan kemakmuran.

Seutas pita berwarna kuning bertuliskan CINTAKU NEGERIKU terletak di bagian bawah perisai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perisai bermakna folosofis perjuangan seluruh komponen masyarakat untuk mempertahankan keberadaan Provinsi Papua Barat dalam bingkai NKRI.

Provinsi Papua

Provinsi Papua


Nama Provinsi : Papua
Tanggal Berdiri (Hari Jadi) : 1 Mei 1963 (direbut dari Belanda)
Dahulu wilayah ini bernama Nieuw Guinea, lalu diganti menjadi Irian Barat, kemudian diganti lagi menjadi Irian Jaya. Dan beberapa tahun belakangan ini dimekarkan menjadi 2 provinsi yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (sebelumnya bernama Irian Jaya Barat)
Dasar Pendirian : UU No. 15 tahun 1956 (Pembentukan Daerah Otonom Irian Barat)
Ibukota : Jayapura
Luas Wilayah : ± 420.540 km²
Jumlah Penduduk : ± 2.930.000 (sensus tahun 2002)
Letak Geografis :
Jumlah Daerah Tingkat II : 27 Kabupaten dan Kota
Kantor Gubernur Provinsi Papua
Alamat: Jalan Soasiu Dok II, Jayapura
Telepon : 0967-533381, 531020, 533084
Fax : 0967-531044
Email : 
Website : http://www.papua.go.id

Daerah Tingkat II nya:
1. Kabupaten Asmat
2. Kabupaten Biak Numfor
3. Kabupaten Boven Digoel
4. Kabupaten Dogiyai
5. Kabupaten Jayapura
6. Kabupaten Jayawijaya
7. Kabupaten Keerom
8. Kabupaten Lanny Jaya
9. Kabupaten Mamberamo Raya
10. Kabupaten Mamberamo Tengah
11. Kabupaten Mappi
12. Kabupaten Merauke
13. Kabupaten Mimika
14. Kabupaten Nabire
15. Kabupaten Nduga Tengah
16. Kabupaten Paniai
17. Kabupaten Pegunungan Bintang
18. Kabupaten Puncak
19. Kabupaten Puncak Jaya
20. Kabupaten Sarmi
21. Kabupaten Supiori
22. Kabupaten Tolikara
23. Kabupaten Waropen
24. Kabupaten Yahukimo
25. Kabupaten Yalimo
26. 
Kabupaten Yapen Waropen
27. Kota Jayapura
(Gambar peta diambil dari website KPU)

Arti Lambang Provinsi:
Bentuk lambang daerah dan artinya berdasarkan Perda No.7 Tahun 1992

  1. Wadah Lambang Daerah berbentuk PERISAI BERPAJU LIMA adalah menggambarkan kesiap-siagaan dan ketahanan. Paju lima menunjukkan jumlah sila dalam Pancasila. Warna dasar kuning emas pada bagian bawah perisai dan pita tersebut melambangkan keagungan yang mengandung pengertian sebagai gambaran cita usaha pengalian hasil - hasil kekayaan bumi dan alamnya. Warna dasar biru tua pada bagian atas perisai tersebut, melukiskan kekayaan lautan / perairan Papua. Jalur kuning melingkari tepian perisai tersebut menggambarkan keyakinan tercapainya segala usaha dan perjuangan. Jalur hitam yang melingkari pita dan warna tulisan hitam menggambarkan kemantapan dan kebulatan tekad untuk berkarya swadaya.
  2. Tiga buah TUGU yang masing-masing berwarna abu-abu, sebelah kanan dan berwarna putih sebelah kiri di atas TUMPUKAN BATU persegi panjang, bersusun 2 (dua) masing-masing berderet 6 (enam) dan 9 (sembilan) yang berwarna putih bergaris-garis batas hitam: Perjuangan TRIKORA dan kemenangan PEPERA Tahun 1969. Tumpukan batu tersebut juga melambangkan Dinamika Pembangunan di Daerah ini. Warna abu-abu putih dan bergaris-garis hitam melambangkan ketenangan dan kesucian. Setangkai BUAH PADI yang berisi 17 (tujuh belas) butir padi berwarna kuning bertangkai kuning pula yang terdapat di sebelah kanan dan setangkai BUAH KAPAS yang terdiri dari 8 (delapan) buah berwarna putih bertangkai Hijau Tua yang terdapat disebelah kiri daripada tiga buah Tugu tersebut yang diikat dengan sehelai PITA berwarna merah berlekuk 4 (empat) dan berjurai 5 (lima) adalah melukiskan kesatuan dan persatuan Bangsa yang dijiwai oleh semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tiga buah GUNUNG berjajar yang sama tingginya berwarna hijau tua dan berpuncak putih salju adalah menggambarkan ciri khas Daerah Papua. Warna hijau tua ketiga buah gunung dan tangkai dari buah kapas itu, melambangkan kesuburan tanah / kekayaan alam daratan Papua. Sedangkan tulisan "Papua" dalam huruf cetak yang berwarna kuning adalah menggambarkan keluhuran / keagungan cita.