Senin, 13 Agustus 2012

Sumber Karbohidrat bukan Cuma Nasi

Kompas - Sabtu, 10 Juli

KOMPAS.com — Meskipun jenis lauk-pauk, sayuran, dan buah yang dikonsumsi masyarakat sudah beragam, makanan pokok sumber karbohidrat masih berorientasi pada beras.
Padahal, pada masa sekolah dulu kita diajarkan bahwa makanan pokok orang Indonesia itu berbeda-beda, ada yang makan sagu, jagung, dan umbi-umbian. Namun kini dari Sabang sampai Merauke semua menyantap nasi putih.
Menurut Prof Made Astawan, ahli teknologi pangan dari IPB, konsumsi beras nasional saat ini 139 kg per kapita per tahun. Idealnya adalah 109 kg per kapita per tahun. "Itu sebabnya belakangan ini pemerintah aktif memberdayakan sumber karbohidrat lokal non-beras," paparnya dalam acara media edukasi mengenai Wadah Makanan yang Aman, Kamis (8/7/2010) di Jakarta.
Selain beras dan terigu, menurut Made, ada lebih dari 30 jenis aneka pangan lokal sumber karbohidrat. Misalnya saja jagung, grontol, umbi-umbian seperti talas, singkong, gadung, gembili, pisang, huwi, sukun, dan masih banyak lagi.
Sementara itu, beras pun bukan cuma nasi putih, melainkan juga beras merah dan beras hitam, yang masih mengandung kulit ari sehingga kaya serat. Tingginya serat pangan pada umbi-umbian dan juga beras merah menyebabkan sumber pangan ini memiliki tingkat indeks glikemik (IG) lebih rendah sehingga dianjurkan untuk penderita diabetes.
Indeks glikemik merupakan indikator cepat atau lambatnya unsur karbohidrat dalam bahan pangan dalam meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh. Bahan pangan dengan IG rendah lebih aman untuk penderita diabetes dan obesitas.
Sementara itu, dr Tan Shot Yen, praktisi energy healing, berpendapat bahwa kita juga bisa mendapatkan karbohidrat dari buah-buahan dan sayuran. Selain sumber energi, sayur dan buah juga mengandung serat dan tidak cepat membuat gula darah melonjak.
Salah satu jenis buah yang disarankan adalah alpukat. "Bukan hanya IG-nya lebih rendah karena mengandung asam lemak tak jenuh yang baik, melainkan juga punya nilai potasium dan antioksidan yang lebih tinggi," kata penulis buku Saya Pilih Sehat dan Sembuh ini.

Tidak ada komentar: