Jumat, 17 Agustus 2012

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


Nama Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta (disingkat DIY)
Tanggal Berdiri (Hari Jadi) : 4 Maret 1950
Dasar Pendirian : UU No. 3 Tahun 1950
Ibukota : Yogyakarta
Luas Wilayah : ± 3.185,80 km²
Jumlah Penduduk : 4.364.000
Letak Geografis : 7°-8° Lintang Selatan dan 110°-111° Bujur Timur
Terletak di wilayah Pulau Jawa
Jumlah Daerah Tingkat II : 5 Kabupaten dan Kota
Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Alamat : Kantor Kepatihan, Jalan Malioboro, Yogyakarta
Telepon : 0274-
Fax : 0274-
Email : 
Website :

Daerah Tingkat II nya:
1. Kabupaten Bantul
2. Kabupaten Gunung Kidul
3. Kabupaten Kulon Progo
4. Kabupaten Sleman
5. Kota Yogyakarta

Lambang Daerah:

Lambang Daerah Istimewa Yogyakarta mengandung makna tersendiri sebagai berikut:
1. Landasan Idiil Pancasila, digambarkan dengan bintang emas bersegi lima (Ketuhanan Yang Maha Esa), tugu dan sayap mengembang (Kemanusiaan yang adil dan beradap), bulatan-bulatan merah dan putih (Persatuan Indonesia), ompak, batu penyangga saka guru/ tugu (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam perusyawaratan perwakilan), dan padi-kapas (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
2. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, digambarkan dengan 17 bunga kapas, 8 daun dan 45 butir padi.
3. Tata kehidupan gotong royong digambarkan dengan bulatan (golong) dan tugu berbentuk silinder (gilig).
4. Nilai-nilai keagamaan, pendidikan dan kebudayaan, digambarkan dengan bintang emas bersegi dan sekuntum bunga melati di puncak tugu. Bunga melati dan tugu yang mencapai bintang mengambarkan rasa susila dengan pendidikan dan kebudayaan luhur serta ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bunga Melati yang sering digunakan dalam upacara sakral mengandung nilai seni, budaya dan religius.
5. Semangat perjuangan dan kepahlawanan digambarkan dengan warna-warna merah putih yang dominan, serta tugu yang tegak.
6. Semangat terbentuk Daerah Istimewa Yogyakarta dilukiskan dengan sayap mengembang berbulu 9 helai di bagian luar dan 8 helai di bagian dalam, menggambarkan peranan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII, yang pada tanggal 5 September 1945 mengeluarkan amanatnya untuk menggabungkan daerah Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta.
7. Keadaan alam DIY dilukiskan dengan warna hijau tua dan hijau muda karena ada bagian ngarai yang subur dan ada daerah perbukitan yang kering.
8. Candrasengkala / Suryasengkala terbaca dalam huruf Jawa: "Rasa Suka Ngesthi Praja, Yogyakarta Trus Mandhiri", yang artinya dengan berjuang penuh rasa optimisme membangun Daerah Istimewa Yogyakarta untuk tegak selama-lamanya: rasa (6) suka (7) ngesthi (8) praja (1) adalah tahun Masehi 1945, yaitu tahun defacto berdirinya Daerah Istimewa Yogyakarta.
9. Bersatu, adil dan makmur, dilukiskan dengan tugu tegak yang dilingkaran dengan padi dan kapas. Nilai-nilai peradaban yang luhur digambarkan secara menyeluruh berwujud ukiran, sungging dan prada yang indah.

Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Lahir di Yogyakarta 11 November 1785, wafat di Makassar 8 Januari 1855.

Diponegoro adalah putra sulung Sultan Hamengkubuwono III. Beliau lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati.
Perang Diponegoro berawal ketika pihak Belanda memasang patok di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Saat itu beliau memang sudah muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak.
Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka ini mendapat simpati dan dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi, pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo dan membuat markas di sebuah goa yang bernama Goa Selarong.
Selama perang pihak Belanda menderita kerugian yang cukup banyak. Maka disusunlah muslihat untuk menangkap Diponegoro. Pada tanggal 28 Maret 1830 Diponegoro diundang untuk berunding dengan Jendral De Kock di Magelang. Pada saat itu Diponegoro ditangkap dan kemudian diasingkan ke Batavia. Pada awal Mei 1830 Diponegoro dan rombongannya diberangkatkan ke Manado dan ditawan di Benteng Amsterdam. Pada tahun 1834 beliau dipindahkan ke Benteng Rotterdam di Makassar.
Diponegoro wafat dalam pengasingan pada 8 Januari 1855 dan dimakamkan di kampung Jawa Makassar. Diponegoro mempunyai 17 putra dan 5 putri yang semuanya hidup tersebar di seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar: